Ricuh DPR Dipicu Tunjangan Rp50 Juta, Hendropriyono Sebut Ada Permainan Asing di Dalam Negeri

oleh -
oleh
FOTO : Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), A.M. Hendropriyono, mengemukakan adanya indikasi pihak asing dalam aksi unjuk rasa. (IST)

PUBLIKKALTIM.COM – Gelombang demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI pada 25 dan 28 Agustus 2025 berakhir ricuh. Aksi yang awalnya menyuarakan penolakan terhadap tunjangan perumahan DPR sebesar Rp50 juta per anggota dewan serta tuntutan keadilan bagi guru honorer itu, berkembang menjadi bentrokan yang merusak fasilitas umum dan mengganggu ketertiban ibu kota.

Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal (Purn) A.M. Hendropriyono, menilai kerusuhan tersebut tidak murni lahir dari keresahan publik. Ia menduga ada keterlibatan pihak asing yang ikut memanfaatkan momentum demonstrasi untuk memperkeruh suasana politik dalam negeri.

“Saya tidak lebih pintar dari kalian, tapi saya sudah mengalami semua. Dan ini ada yang bermain. Pada waktunya saya bisa sampaikan siapa yang bermain itu,” kata Hendropriyono usai mendampingi sejumlah tokoh eks pejuang Timor Timur dalam kunjungan ke Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Kamis (28/8/2025).

Menurutnya, pihak yang dimaksud bukan berasal dari dalam negeri. Ia menyebut ada entitas asing non-negara (non-state actor) yang memiliki pengaruh besar terhadap arah kebijakan global, dan saat ini berusaha menancapkan kepentingan di Indonesia.

“Dari luar. Orang yang dari luar hanya menggerakkan kaki tangannya yang ada di dalam. Dan saya sangat yakin kaki tangannya di dalam negeri ini tidak sadar bahwa dia dipakai,” ujarnya.

Hendropriyono mencontohkan bahwa kelompok kapitalis dunia seperti George Soros, George Tenet, David Rockefeller, hingga Bloomberg kerap menjadi motor usulan kebijakan yang kemudian diadopsi oleh sejumlah negara.

“Non-state tapi isinya George Soros, George Tenet, David Rockefeller, Bloomberg. Baca sendirilah, kaum kapitalis begitu. Itu yang usul,” jelasnya.

Ia menambahkan, tujuan kelompok tersebut sejatinya tidak jauh berbeda dari penjajahan masa lalu.

“Tujuannya kan sama saja. Dari dulu juga maunya menjajah. Tapi kan caranya lain. Dulu kan pakai peluru, pakai bom. Kalau kita masih diam saja ya habis kita,” tegasnya.

Sementara itu, di lapangan, pihak kepolisian menemukan pola lain yang memperkuat dugaan adanya pihak tertentu yang mengorganisir massa. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, menyampaikan bahwa ratusan pelajar teridentifikasi hendak ikut aksi setelah mendapat ajakan melalui media sosial.

BERITA LAINNYA :  Mahasiswa IAIN Gelar Demo, Kecam Keras Dugaan Pelecehan Seksual Senior Terhadap Yunior

“Berdasarkan komunikasi awal rekan-rekan kami di lapangan secara humanis, diajak ngobrol baik-baik, mereka mengakui bahwa datang ke sini untuk demo karena ikut ajakan medsos,” kata Ade Ary.

Ia menegaskan bahwa penyebar ajakan itu tidak bertanggung jawab dan hanya memanfaatkan kondisi sosial untuk kepentingan tertentu.

“Ini dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, yang ingin memanfaatkan anak-anak ini, pelajar ini, untuk ikut lakukan kegiatan,” tambahnya.

Merespons temuan tersebut, pemerintah bergerak cepat. Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Angga Raka Prabowo, mengumumkan telah memanggil perwakilan TikTok dan Meta untuk berdialog di Jakarta terkait peran platform mereka dalam penyebaran konten provokatif.

“Saya sudah hubungi Head TikTok Asia Pasifik, Helena. Saya minta mereka ke Jakarta, kita akan bercerita tentang fenomena ini,” ungkapnya.

Kerusuhan yang semula digerakkan oleh isu kesejahteraan baik terkait tunjangan DPR maupun nasib guru honorer, akhirnya berkembang ke arah lebih destruktif. Bentrokan melibatkan lemparan batu, pembakaran ban, hingga perusakan pos polisi dan pembatas jalan. Aparat pun merespons dengan gas air mata dan langkah pengamanan berlapis.

Kini, pemerintah bersama aparat tengah menelusuri jejak digital dan jaringan yang diduga menjadi dalang di balik mobilisasi massa. Hendropriyono pun mengingatkan publik untuk lebih waspada terhadap bentuk penjajahan baru yang kerap bergerak lewat cara terselubung.

(Redaksi)