PUBLIKKALTIM.COM – Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polresta Samarinda berhasil membongkar kasus narkoba jaringan lintas provinsi dengan barang bukti mencapai 7,1 kilogram sabu, hampir satu kilogram ekstasi, dan ribuan pil LL.
Dari hasil operasi tersebut, empat orang tersangka berhasil diamankan, sementara dua lainnya masih buron.
Polisi juga mengungkap bahwa jaringan ini dikendalikan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Parepare, Sulawesi Selatan, oleh dua narapidana berinisial H dan A.
Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar menjelaskan, pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang curiga dengan aktivitas mencurigakan di sebuah guest house di Samarinda.
“Dari kasus ini, kami amankan barang bukti sebanyak 7,1 kilogram sabu yang dikendalikan dua napi di Lapas Parepare. Ini jaringan antarprovinsi dengan pola peredaran cukup rapi,” kata Hendri saat konferensi pers, Selasa (11/11/2025).
Menurut Hendri, hasil penyelidikan menunjukkan bahwa dua narapidana, H dan A, menjadi otak di balik distribusi narkotika yang berasal dari luar Kalimantan. Dari dalam penjara, keduanya memerintahkan anak buahnya di luar lapas untuk mengatur distribusi dan transaksi.
Salah satu pelaksana lapangan yang ditunjuk adalah AR, pria asal Makassar. Namun, karena AR mengalami sakit, tugasnya kemudian dialihkan kepada dua orang lain yakni AL dan E.
“AR seharusnya yang mengambil sabu di Samarinda. Tapi karena tidak bisa, dua orang lainnya dikirim menggantikan. Mereka adalah AL, seorang perempuan yang tengah hamil, dan E, warga Makassar juga,” terang Hendri.
Kedua pelaku kemudian berkoordinasi dengan ER, seorang warga Samarinda, untuk mengambil sabu di sebuah guest house berinisial M pada 26 Oktober 2025. Sehari kemudian, sabu seberat 10 kilogram itu berhasil mereka amankan.
Setelah sabu didapat, jaringan ini memecah barang bukti menjadi dua bagian: 7 kilogram diserahkan kepada seorang perempuan berinisial N, sementara 3 kilogram dikembalikan ke guest house untuk diambil oleh kurir lain. Seluruh komunikasi dan instruksi dilakukan melalui ponsel, langsung dari napi H dan A yang berada di Parepare.
Namun, situasi berubah ketika N mencoba melarikan diri dengan membawa sebagian besar sabu, yakni 6,1 kilogram, dan menyembunyikannya di rumah pacarnya berinisial D di kawasan Lambung Mangkurat, Samarinda.
“Petugas kami yang memantau pergerakan mereka langsung melakukan penangkapan beruntun terhadap AL, ER, dan AR di Jalan DI Panjaitan. Dari hasil interogasi, ketiganya mengaku masih ada sabu yang disembunyikan di rumah N,” jelas Hendri.
Esok harinya, polisi kembali bergerak cepat. N berhasil diringkus di rumah pacarnya, dan dari lokasi itu, ditemukan 6,1 kilogram sabu dalam enam bungkus besar. Sedangkan 1 kilogram lainnya ditemukan di rumah M, tempat awal transaksi.
Selain sabu, polisi juga menyita 994 butir ekstasi, 1.000 pil LL, uang tunai Rp 4,5 juta, 18 unit ponsel, dan dua sepeda motor yang digunakan untuk aktivitas distribusi.
Meski empat tersangka utama sudah ditangkap, polisi masih memburu dua orang lain berinisial E dan D, yang kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Kedua napi pengendali jaringan, H dan A, juga akan diperiksa lebih lanjut dengan berkoordinasi bersama pihak Lapas Parepare dan Bareskrim Polri.
“Para napi ini tetap akan kami proses hukum. Kami akan bersinergi dengan pihak lapas dan Dirjen Pemasyarakatan agar tidak ada lagi pengendalian jaringan narkoba dari balik penjara,” tegas Hendri.
Ia menyebut, peredaran narkotika jenis sabu tersebut diduga berasal dari jaringan besar di luar Kalimantan yang selama ini memasok barang ke beberapa kota, termasuk Samarinda, Balikpapan, dan Makassar.
“Rencananya sabu-sabu ini akan dibawa ke Makassar lewat jalur laut melalui Balikpapan. Jadi, ini bukan hanya kasus lokal, tapi sudah masuk kategori jaringan antarprovinsi,” tambahnya.
Keempat tersangka yang kini mendekam di sel tahanan Polresta Samarinda dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Ancaman hukumannya pidana mati, penjara seumur hidup, atau penjara minimal enam tahun dan maksimal dua puluh tahun,” tegas Hendri.
Polresta Samarinda juga tengah menelusuri kemungkinan adanya keterlibatan oknum lain dalam jaringan ini, termasuk dugaan adanya kurir tambahan yang membantu distribusi barang ke luar kota.
“Penelusuran kami belum berhenti. Kami yakin masih ada rantai lain di atas para pelaku yang sudah tertangkap,” ujarnya.
Kasus besar ini membuka kembali perhatian terhadap jalur distribusi narkotika lintas Kalimantan dan Sulawesi, terutama yang memanfaatkan transportasi laut dari Balikpapan ke Makassar.
Kapolresta Samarinda menyebut, pihaknya kini bekerja sama dengan Ditpolairud Polda Kaltim dan Bea Cukai untuk memperketat pengawasan jalur laut, sekaligus memetakan rute-rute darat yang sering digunakan kurir narkoba antarprovinsi.
“Pemberantasan narkoba bukan hanya soal penangkapan, tapi juga pencegahan. Kami ingin menutup semua celah peredaran, terutama di kawasan pelabuhan dan perbatasan kota,” pungkas Hendri. (*)