PUBLIKKALTIM.COM – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda menegaskan bahwa pemetaan risiko bencana yang sedang dilakukan bukan hanya untuk pendataan, tetapi juga sebagai dasar pembangunan infrastruktur mitigasi yang lebih tepat sasaran.
Analis Kebencanaan Ahli Muda BPBD Samarinda, Hamzah, menjelaskan bahwa hasil kajian risiko akan memandu pemerintah dalam menentukan infrastruktur apa yang dibutuhkan di setiap wilayah sesuai potensi bencananya.
“Kalau daerah rawan banjir tentu perlu drainase yang lebih lancar. Kalau wilayah rawan longsor harus ada turap yang memadai. Sementara untuk kawasan padat seperti kampung bahari di Samarinda Seberang, yang rawan kebakaran, proteksinya bisa hydrant atau minimal Alat Pemadam Api Ringan (APAR),” kata Hamzah, Jumat (12/9/2025).
Ia menambahkan, partisipasi masyarakat menjadi kunci dalam pemetaan ini karena warga lebih mengetahui kondisi lingkungannya. Dengan data yang dikumpulkan hingga tingkat RT, pemerintah bisa lebih akurat menentukan langkah penanggulangan.
Saat ini, kajian risiko bencana difokuskan pada dua kecamatan, yakni Samarinda Seberang dan Palaran, karena keterbatasan anggaran. Namun, BPBD Samarinda menargetkan seluruh 10 kecamatan di Samarinda akan memiliki kajian serupa pada tahun-tahun berikutnya.
“Harapannya tahun depan bisa diperluas. Bahkan, ada dorongan dari provinsi agar kajian tidak hanya berhenti di tingkat kecamatan, tetapi bisa sampai kelurahan,” ujarnya.
Hamzah menegaskan bahwa pemetaan berbasis risiko ini fundamental untuk memastikan pembangunan kota tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan, tetapi juga pada ketangguhan menghadapi bencana.
“Kesiapsiagaan berbasis kajian risiko ini fundamental sekali. Dengan begitu, warga bersama pemerintah bisa lebih siap menghadapi ancaman bencana,” tutupnya.
(Redaksi)