PUBLIKKALTIM.COM – Penayangan video capaian program Presiden Prabowo Subianto di layar bioskop sebelum film utama diputar jadi perbincangan di jagat maya.
Video berdurasi singkat tersebut menampilkan narasi capaian pemerintahan, pernyataan langsung dari Presiden Prabowo, serta sejumlah data statistik terkait program-program prioritas pemerintah.
Penayangan video tersebut terjadi di sejumlah jaringan bioskop besar di Indonesia sepanjang akhir pekan dan langsung viral di media sosial.
Warganet memberikan beragam reaksi, dari dukungan hingga kritik tajam.
Dalam video itu, pemerintah menampilkan sederet data sebagai bentuk laporan kepada publik, di antaranya:
– Produksi beras nasional mencapai 21,76 juta ton hingga Agustus 2025
– Pengoperasian 5.800 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG)
– Pembentukan 80.000 Koperasi Desa Merah Putih
– Pendirian 100 Sekolah Rakyat
– Program Makan Bergizi Gratis yang telah menjangkau 20 juta penerima manfaat sejak 6 Januari 2025
Setelah video selesai, layar menampilkan peringatan larangan merekam film, lalu film utama dimulai seperti biasa.
Kepala Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO), Hasan Nasbi, menegaskan bahwa bioskop merupakan ruang publik yang sah digunakan untuk menyampaikan pesan dari pemerintah.
“Kalau pesan komersial saja boleh, kenapa pesan dari pemerintah dan presiden nggak boleh?” ujar Hasan di Jakarta, Senin (15/9).
Ia menambahkan, tujuan utama video ini adalah untuk menyampaikan hasil kerja pemerintah secara langsung kepada masyarakat, dengan cara yang mudah diakses.
“Pemerintah mau sosialisasi ke seluruh rakyat Indonesia tentang apa yang dikerjakan. Agar masyarakat paham banyak hal sudah dikerjakan,” lanjutnya.
Hal senada disampaikan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, yang menyebut penggunaan ruang publik seperti bioskop sah selama tidak melanggar aturan atau mengganggu kenyamanan penonton.
Meski demikian, penayangan video ini memicu pro dan kontra.
Sebagian publik menilai langkah tersebut sebagai cara baru yang inovatif dan informatif, terutama bagi generasi muda yang jarang mengakses berita konvensional.
Namun, kritik datang dari pihak yang mempertanyakan etika penyampaian pesan politik di ruang hiburan.
Mereka khawatir penayangan semacam ini bisa membuka ruang bagi propaganda yang tidak pada tempatnya. (*)