PUBLIKKALTIM.COM – Ekonomi senior, Faisal Basri membeberkan beberapa persoalan yang membuat Indonesia gagal menjadi negara maju.
Faisal Basri mengatakan, penyebab dari masalah ini adalah kondisi pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia yang saat ini mengalami penurunan sangat drastis, bahkan kondisi pertumbuhan sektor barang di Indonesia masih di bawah pertumbuhan ekonomi tahun ini yang mencapai 5,31%.
Pertumbuhan tinggi justru didominasi oleh sektor jasa sepanjang tahun 2022.
“Penurunan industri manufaktur dalam PDB di Indonesia kencang banget, belum tinggi sudah turun, terus turunnya tinggi sekali. Bandingkan dengan China, Thailand, Korea, Korea saja negara maju industrinya masih kencang. Indonesia sudah jauh meninggalkan industri bahkan ini akan disusul oleh Vietnam,” jelasnya, Jumat (10/2/2023) dikutip dari CNBC Indonesia.
Berdasarkan data yang ditunjukkan Faisal, pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia mengalami penurunan drastis sejak 2001.
Pada 2021, kondisi pertumbuhan manufaktur Indonesia mencapai 29,1%, namun sayangnya angka ini terus anjlok hingga 2022 yang hanya mencapai 18,3% saja.
Jika dibandingkan dengan negara lain, puncak pertumbuhan manufaktur mereka jauh lebih tinggi dari Indonesia, seperti China di level 40,1%, Malaysia dan Thailand 31%.
Bahkan saat ini kondisi pertumbuhan manufaktur mereka masih tergolong tinggi dibandingkan Indonesia yang terus menurun.
Berdasarkan data, Faisal mengatakan bahwa dari 17 sektor penopang perekonomian Indonesia, seluruh sektor yang berada di atas PDB Indonesia tahun 2022 yang sebesar 5,31% adalah sektor jasa.
Sedangkan sisanya sektor barang yang meliputi pertanian, industri manufaktur dan pertambangan berada di bawah itu.
Menurutnya ini jelas membuktikan bahwa Indonesia hanya jago di kandang saja dan produknya belum mampu bersaing di kancah internasional.
“Kita lihat kualitas pertumbuhan yang tumbuh luar biasa sampai 19% (transportasi) dan 12% (akomodasi) yang tinggi ini semuanya tanpa terkecuali adalah sektor jasa. Sektor jasa ini umumnya enggak bisa diekspor, misalnya sektor listrik, jasa pemerintahan, tidak bisa, dia jago kandang. Jadi bisa dikatakan bahwa sektor yang tumbuh besar adalah sektor yang jago kandang,” lanjutnya.
Padahal, menurut Faisal, untuk mendongkrak perekonomian Indonesia, seharusnya sektor barang seperti pertanian, pertambangan, dan industri manufaktur yang didorong untuk bertumbuh tinggi. Pasalnya, sektor barang memiliki nilai kompetitif, membuka banyak lapangan kerja formal, dan bisa menggenjot ekspor Indonesia. Namun sayangnya, nilai pertumbuhannya masih setengah dari pertumbuhan di sektor jasa.
“Jadi sekarang jasa kita dominan lebih dari separo jadi mirip negara maju. Indonesia masih lower middle, tapi struktur ekonominya sudah mirip negara maju, yang sektor jasanya sudah dominan,” pungkasnya. (*)