PUBLIKKALTIM.COM – Mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta), Haryanto menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Terkait hal itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah aset milik Haryanto.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan bahwa aset yang disita berupa dua bidang tanah dan satu unit mobil yang diduga dibeli menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi.
“Kedua aset tersebut berupa kontrakan seluas 90 meter persegi di wilayah Cimanggis, Kota Depok dan rumah seluas 180 meter persegi di wilayah Sentul, Kabupaten Bogor. Keduanya dibeli secara tunai,” ujar Budi, Minggu (28/9/2025).
Menurut Budi, kedua properti tersebut sempat diatasnamakan kerabat Haryanto.
Selain itu, Haryanto juga diketahui memerintahkan salah satu agen TKA untuk membeli sebuah mobil Toyota Innova di dealer Jakarta.
“Saat ini kendaraan tersebut juga sudah dilakukan penyitaan oleh KPK,” tambahnya.
KPK sebelumnya mengungkap bahwa lebih dari 85 pegawai Kemnaker diduga menerima aliran dana hasil pemerasan dalam pengurusan RPTKA.
Jumlah ini di luar dari delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Selama kurun waktu 2019 hingga 2024, nilai dugaan uang yang diterima oleh para tersangka dan pegawai di Direktorat PPTKA mencapai sedikitnya Rp53,7 miliar.
Sejumlah pihak telah mengembalikan uang ke negara melalui rekening penampungan KPK, dengan total sementara sebesar Rp8,61 miliar.
KPK menegaskan bahwa penyitaan aset merupakan bagian dari proses pembuktian perkara dan langkah awal pemulihan kerugian negara.
Di saat yang sama, KPK juga mendorong reformasi dan pencegahan korupsi di Kemnaker.
“KPK terus mendorong berbagai langkah pencegahan korupsi di Kemnaker, untuk menutup peluang tindak pidana yang menciderai kualitas pelayanan publik,” pungkasnya. (*)