PUBLIKKALTIM.COM – Memasuki masa tenang pemilihan umum (Pemilu) 2024 justru dimanfaatkan berbeda oleh koalisi masyarakat sipil pada Senin (12/2/2024).
Bertempat di depan kantor KPU Kaltim, koalisi masyarakat menilai kalau pada momen demokrasi saat ini jadi ajang untuk memupuk utang sosial ekologis.
Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi, Aji Ahmad Affandi mengatakan bahwa seharusnya janji-janji politik yang disampaikan para peserta pemilu itu harus dibarengi dengan kesadaran untuk memenuhinya.
Jika tidak terpenuhi, maka otomatis akan menjadi utang.
“Sehingga tidak menjadi krisis utang. Kami melihat, janji ini akan menjadi tumpukan utang para oligarki atau peserta pemilu yang selalu memberikan narasi-narasi bahwa ketika mereka terpilih akan seperti ini dan itu,” tegas Affandi kepada awak media.
Misalnya saja, janji politik seperti peningkatan kapasitas masyarakat hingga pemenuhan hak asasi manusia (HAM).
Affandi menyebut, alih-alih janji tersebut terpenuhi, yang terjadi belakangan ini justru kriminalisasi terhadap masyarakat itu semakin meningkat. Terutama selama 10 tahun terakhir ini.
“Terakhir kita melihat ada kasus warga di Kutai Timur (Kutim), yang sedang bersengketa dengan salah satu perusahaan. Namun, alih-alih mendapatkan keadilan mereka malah diintimidasi,” sambungnya.
Contoh tersebut menjadi hal yang memilukan bagi Koalisi Masyarakat Sipil. mestinya di negara demokrasi seperti Indonesia, masyarakat harus dipenuhi dan dilindungi hak-haknya. Bukannya malah dirampas.
“Sehingga kami tidak melihat adanya keberpihakan para oligarki ini kepada masyarakat. Kami mengatakan, tidak ada demokrasi di Indonesia dalam pemilu yang dikuasai oligarki,” ujar Affandi lagi.
Aksi kali ini pihaknya mengaku tak muluk-muluk. Affandi menyebut, Koalisi Masyarakat Sipil ingin aspirasi ini didengar.
Serta janji-janji politik yang disampaikan para peserta pemilu akan ditagih pada waktu mendatang.
“Kami melihat sistem pemilu hari ini, dari reformasi sudah beberapa kali terjadi pemilu tapi tidak ada evaluasi setelahnya. Seolah-olah pesta demokrasi hanya sekadar pesta demokrasi,” paparnya.
Dia menegaskan, pemilu menjadi pintu masuk kehancuran yang menentukan nasib bangsa ke depan. Sehingga, harusnya bisa lebih serius dalam mengkonsep tata dinamika pemilu.
“Hari ini kami ke KPU Kaltim karena penyelenggara utama pemilu itu KPU. Kami juga melihat, pemilu ini akan jadi bom waktu ketika tidak ada evaluasi ke depan,” sambungnya.
Koalisi Masyarakat Sipil juga berharap, ke depannya proses demokrasi yang betul-betul utuh dan memberikan hak veto terhadap masyarakat.
Sehingga, tidak ada keberpihakan karena sudah sepatutnya KPU bersikap netral sejak kehadirannya pasca reformasi.
Terpisah, Komisioner Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan SDM KPU Kaltim, Mukhasan Ajib turut memberikan respons terkait aksi yang dilakukan hari ini. Pihaknya juga menghargai aspirasi yang disampaikan.
“Ini kan terkait janji-janji politik yang disampaikan capres-cawapres maupun kandidat caleg dari partai politik atau DPD. Ini bagus sekali, ini mengingatkan dan mewakili masyarakat Kaltim agar nanti siapapun yang terpilih bisa menunaikan janjinya,” ujar Ajib.
Dia juga mengingatkan kepada masyarakat Kaltim bahwa siapapun yang nantinya terpilih, tetap harus menghormati hasil akhir yang ada. Meskipun yang terpilih itu bukan pilihan dari masyarakat secara individu.
“Untuk DPD juga pasti ada yang kecewa. Dari 20 calon, yang naik hanya 4 per dapil. Pasti ada yang kecewa jadi kalau ada yang tidak terpilih, silakan gunakan sarana hukum dan lakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK),” tandasnya. (tim redaksi)