Kasus Korupsi Pengadaan Laptop Chromebook: Kejagung Beberkan Peran Lima Tersangka, Termasuk Nadiem Makarim

oleh -
oleh
KOLASE - 5 lima tersangka kasus pengadaan laptop chromebook yang merugikan negara hingga Rp1,98 triliunhingga Rp1,98 triliun, kerugian masih dalam proses finalisasi oleh BPKP. foto: Ist

PUBLIKKALTIM.COM – Kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek kini menyeret lima tersangka. Kejaksaan Agung mengurai secara detail peran masing-masing, mulai dari tahap perencanaan hingga penerbitan regulasi, dengan mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim berada di lingkaran inti kasus.

Mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook. Kejagung mengungkap peran sejumlah tersangka dalam kasus tersebut, termasuk Nadiem Makarim.

“Telah menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM (Nadiem Makarim),” kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna dalam jumpa pers di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (4/9/2025).

Usai ditetapkan sebagai tersangka, Nadiem mengaku tidak melakukan apapun pada kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook. Ia pun berharap tuhan akan melindunginya.

“Saya tidak melakukan apa pun. Tuhan akan melindungi saya, kebenaran akan keluar. Allah akan mengetahui kebenaran,” ujar Nadiem sambil berteriak.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyebut kasus ini tak berdiri sendiri. Sejumlah pihak dinilai memiliki andil besar sejak awal ide pengadaan hingga pelaksanaan program.

1.Jurist Tan: staf khusus Nadiem, yang merencanakan pengadaan sejak 2019

Tersangka pertama, Jurist Tan, diduga sudah merancang penggunaan Chromebook sejak Agustus 2019, sebelum Nadiem Makarim dilantik sebagai Mendikbudristek. Ia bahkan membuat grup WhatsApp untuk melobi pihak tertentu agar pengadaan bisa berjalan sesuai rencana.

Jurist diduga melobi pihak terkait agar Ibrahim Arief dijadikan konsultan pada Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK). Pada Februari dan April 2020, Nadiem disebut sempat bertemu pihak Google untuk membicarakan rencana pengadaan Chromebook tersebut.

“Kemudian membicarakan teknis pengadaan TIK di Kemendikbudristek dengan menggunakan Chrome OS di antaranya juga saat itu dibahas adanya co-Investment sebanyak 30% dari Google untuk Kemendikbudristek,” ujar Qohar di Gedung Kejagung, Kamis (15/7/2025).

Pada 6 Mei, Nadiem disebut memerintahkan pengadaan TIK menggunakan Chromebook yang saat itu pengadaan belum dilaksanakan.

2.Ibrahim Arief: konsultan teknis yang mempengaruhi tim melalui demonstrasi ChromeOS

Konsultan Ibrahim Arief disebut mengarahkan tim teknis agar menyetujui penggunaan ChromeOS. Ia juga mendemonstrasikan langsung perangkat Chromebook dalam rapat via Zoom yang dipimpin Nadiem.Pada 17 April 2020, Ibrahim diduga mempengaruhi tim teknis dengan mendemonstrasikan Chromebook pada meeting via Zoom yang saat itu dipimpin Nadiem secara langsung.

“Kemudian membicarakan teknis pengadaan TIK di Kemendikbudristek dengan menggunakan Chrome OS di antaranya juga saat itu dibahas adanya co-investment sebanyak 30 persen dari Google untuk Kemendikbudristek,” kata Qohar.

3.Sri Wahyuningsih: Direktur Sekolah Dasar, yang mengubah PPK dan mengunci spesifikasi ChromeOS

Lalu, Sri juga diduga meminta timnya untuk memilih sistem Chrome OS dengan metode e-katalog. Pada 30 Juni 2020, Sri diduga sempat mengganti Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bambang Hadi Waluyo dengan Wahyu Hariadi karena dianggap tidak sanggup melaksanakan perintah Nadiem.

“Pada tanggal yang sama, 30 Juni 2020 sekitar jam 22.00 WIB Wahyu Hariadi menilai lanjuti perintah SW untuk segera klik setelah bertemu dengan Indra Nugraha yaitu pihak penyedia dari PT Bhinneka Mentari Dimensi bertempat di Hotel Arosa untuk mengadakan TIK tahun 2020 dengan menggunakan Chrome OS,” ujarnya.

“Bahwa SW memerintahkan Wayu Hariadi selaku PPK untuk mengubah metode e-katalog menjadi sistem informasi pengadaan sekolah dan membuat petunjuk pelaksanaan bantuan pemerintah pengadaan TIK di Kemendikbudtistek untuk sekolah dasar sebanyak 15 unit laptop dan kolektor 1 unit per sekolah dengan harga Rp 88.250.000 dari Persatuan Pendidikan Kemendikbudristek,” tambahnya.

Selanjutnya, Sri diduga membuat petunjuk pelaksanaan atau juklak tahun 2021 untuk pengadaan tahun 2021 sampai dengan tahun 2022 yang mengarahkan Chromebook OS untuk pengadaan teknologi informasi dan komunikasi atau TIK dengan menggunakan Chrome OS.

4.Mulyatsyah: Direktur SMP, yang menerbitkan juknis pengadaan berbasis ChromeOS

Sementara itu, tersangka Mulyatsyah diduga mengarahkan jajarannya untuk menggunakan Chrome OS sebagai pengadaan TIK. Pada 30 Juni 2022, dia diduga memerintahkan PPK bernama Harnowo Susanto untuk memilih ke salah satu penyedia dengan menggunakan Chrome OS.

BERITA LAINNYA :  Mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin Jadi Tersangka, Kejagung Langsung Jebloskan ke LP Cipinang

“Bahwa MUL membuat petunjuk teknis pengadaan peralatan TIK Sekolah Menengah pertama tahun 2020 yang mengarahkan Chrome OS untuk pengadaan teknologi informasi dan komunikasi atau TIK menggunakan Chrome OS pada tahun 2021 sampai dengan 2022 sebagai tidak lanjut dari peraturan Menteri Pendidikan Nomor 5 tahun 2021 yang dibuat oleh NAM selaku Menteri,” ujarnya.

Qohar menyebut tindakan ini merugikan negara karena Chrome OS dinilai tidak bisa digunakan secara optimal oleh guru ataupun siswa. Dia mengatakan Chrome OS malah sulit digunakan.

“Bahwa dalam pelaksanaannya pengadaan TIK di Kemendikbudristek Tahun 2020 sampai dengan 2022 yang bersumber dari dana APBN Satuan Pendidikan Kemendikbudristek dan dana DAK yang seluruhnya berjumlah Rp 9.307.645.245.000 dengan jumlah sebanyak 1.200.000 unit Chromebook yang semuanya diperintahkan oleh NAM (Nadiem) menggunakan pengadaan lengkap dengan software Chrome OS,” ujarnya.

“Namun Chrome OS tersebut dalam penggunanya untuk guru dan siswa tidak dapat digunakan secara optimal karena Chrome OS sulit digunakan khususnya bagi guru dan siswa pelajar,” tambahnya.

5.Nadiem Makarim: mantan Mendikbudristek (Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi)

Puncaknya, Nadiem Makarim sendiri dituding menggelar rapat tertutup dengan pihak Google Indonesia pada Mei 2020. Dalam rapat itu, Nadiem mewajibkan peserta menggunakan headset dan disebut memerintahkan pengadaan perangkat TIK berbasis Chromebook, padahal pengadaan resmi belum dimulai.

“Zoom Meeting dan meminta peserta memakai headset atau alat sejenisnya yang membahas pengadaan atau kelengkapan alat TIK, yaitu menggunakan Chromebook sebagaimana perintah dari NAM,” kata Nurcahyo.

Rapat yang digelar 6 Mei 2020 itu diikuti Dirjen Paud Dikdasmen berinisial H, Kepala Badan Litbang Kemendikbudristek berinisial T, serta JT dan FA selaku stafsus Nadiem.

Rapat itu digelar padahal pengadaan Chromebook belum dimulai. Untuk meloloskan itu, sekitar awal 2020 Nadiem menjawab surat Google untuk pengadaan Chromebook ini.

“Sedangkan saat itu pengadaan alat itu pengadaan alat TIK ini belum dimulai. Untuk meloloskan Chromebook produk Google Kemendikbud. Sekitar awal 2020, NAM selaku menteri menjawab surat Google untuk ikut partisipasi pengadaan alat TIK di Kemendikbud,” katanya.

Nurcahyo menyebutkan tawaran Google sebelumnya ditolak era Mendikbud Muhadjir Effendy karena uji coba gagal tahun 2019 dan tak bisa dipakai untuk sekolah garis terluar atau daerah terluar tertinggal terdalam.

“Atas perintah NAM pelaksanaan pengadaan TIK tahun 2020 yang akan menggunakan Chromebook, SW selaku Direktur SD dan M selaku direktur SMP membuat juknis, juklap yang spesifikasinya sudah mengunci, yaitu ChromeOS,” ujar Nurcahyo.

Pada Februari 2021, Nadiem menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang petunjuk operasional dana alokasi khusus fisik reguler bidang pendidikan tahun anggaran 2021 yang dalam lampirannya sudah mengunci spesifikasi ChromeOS.

Akibat perbuatannya itu, Nadiem melanggar Perpres 123 Tahun 2020 tentang petunjuk teknis dana alokasi khusus fisik tahun 2021, Perpres Nomor 16 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang pengadaan barang jasa pemerintah, dan peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 sebagaimana diubah dengan peraturan LKPP 11 Tahun 2021 tentang pedoman perencanaan pengadaan barang jasa pemerintah.

Kejagung menilai rangkaian tindakan para tersangka ini merugikan negara hingga Rp1,98 triliun. Kerugian masih dalam proses finalisasi oleh BPKP.

(Redaksi)